Tempe

Publié le par pasar

Makanan elit

DASAR mental tempe kamu..!
ingat benar dulu waktu masih sekolah sering teman-temanku saling meledek dengan kata itu. Entah dari mana mulainya tapi makanan dari kacang kedelai ini sering di jadikan bahan olokan. Orang jawa selalu dikaitkan dengan tempe misalnya, karena belum lengkap makan bila tak ada tempe dan temannya tahu. Aku sendiri waktu kecil tak terlalu nyandu dengan makanan rakyat ini tapi bila yang disuguhkan tempe mendoan wah paling seru makannya.



Tapi siapa yang sangka di kotaku Montpellier Prancis, tempe adalah makanan mahal. Padahal dulu waktu kecil kadang suka sebal kalau yang di sajikan tempe melulu, malah terkadang aku suka menyindir pembantuku dengan judesnya ku gerutui bibiku itu “kenapa sih tempe melulu….biar bibi yang makan ya ?” 

Sekarang makan tempe harus pakai niat, yang berarti niat pergi ke toko bio karena hanya mereka yang menjual produk ini, lalu niat juga mengeluarkan uang lebih. Harga tempe di Indonesia yang relatif murah bikin aku jadi tercengang membandingkan dengan harga euros. Bayangkan saja tempe di Indonesia sudah rasanya gurih, murah, belinyapun mudah. Di sini bentuknya saja seperti sosis  panjangnya hanya 13cm dan harganya 4 euros, bila dibagi hanya menjadi 8 potong bulatan kecil, soal rasa? kalah jauh pastinya.


Tapi bukan cuma mahal dan susahnya mencari tempe yang bikin perasaanku terganggu, tempe yang asal muasalnya setahuku produk asli Indonesia, dalam kemasan yang kubeli di sini terang-terangan tertera hal cipta negara Belgia. Karena penasaran, ku tanya pada pelayan toko, bila benar tempe yang mereka terima adalah hak paten negara tersebut? jawabnya “memang benar madame tempe yang kami jual adalah produk dari Belgia dan belanda“. Lalu aku berbincang sedikit dengan si pelayan sambil menerangkan bahwa asal tempe itu seratus persen Indonesia tepatnya daerah jawa. Ku katakan di tempatku itu makan tempe seperti makan roti di sini, mudah di dapat dan rasanya lebih enak, lalu jawabnya “kalau memang dari negara anda mengapa tidak ada satupun tempe yang di kirim ke eropa berasal dari Indonesia? dan mengapa tidak di hak patenkan saja? Aku hanya bisa menghelakan nafas menyesali kebodohan ini.


Tempe yang mana di sini kami menyebutnya tempeh di jual di toko bio yang berarti biologi, produk yang tidak mengandung bahan kimia dari mulai proses penanaman kacang kedelai hingga menjadi tempe. Di Prancis tempe direkomendasikan sebagai makanan sehat dan bergizi serta tidak mengemukan. Surat kabar serta majalahpun mulai menuliskan sebagai makanan bio yang sedang naik daun. Kalau di pikir berarti bangsa Indonesia sudah banyak majunya soal makanan,  bayangkan mencipkan makanan enak dan murah tapi bergizi. Sayangnya otak manusianya yang kurang tanggap, mungkin karena dianggap produk sederhana dan biasa saja atau mungkin juga karena sudah menjadi bagian sehari-hari hingga tidak terpikirkan untuk mematenkannya. Entahlah kalau mulai memikirkan salah siapa yang pasti tidak akan ada habis-habisnya lagi pula sekarang sudah telat sudah ada negara lain yang lebih pintar menyerobot produk seratus persen Indonesia ini menjadi haknya.


Semenjak ku ketahui persoalan hak paten tempe ini, bila menjamu tamu prancis, selalu hidangan tumis tempe kusajikan di dalamnya. Sejauh ini mereka sangat menyukai rasa tempe manis yang sering kuolah bersama dengan buncis atau tahu, dan setiap kali mereka menanyakan apa tempe itu dengan semangat kujelaskan, makanan ini adalah asli dari tanah airku dan orang indonesialah yang menemukan tempe pertama kali, sayang saja mereka terkadang ya itu berjiwa tempe….

Publié dans Kompasiana

Pour être informé des derniers articles, inscrivez vous :
Commenter cet article